Friday, July 23, 2010

I Wish...

I wish I was The Universe's Owner
So I could claim every creature in it
But I’m not, so I can’t claim every creature including you…

I wish I was The Hand of Life
So I could manage every life in the world like I wanted
But I’m not, that’s why I can’t manage to make you mine…

I wish I was Fate
So I could make everyone’s fate
But I’m not, that’s why destiny never allows us to be together…

I wish I was The Time Machine
So I could turn back time
But I’m not, that’s why I couldn’t repeat our memories and repair my mistake that made me lose you…

I wish I was The Watchmen
So I could watch what every single human does now
But I’m not, that’s why I can’t see you…

I wish I was The Mind Reader
So I could read everyone’s thoughts
But I’m not, that’s why I never know what you want and what you’re thinking about me…

I wish I was a Psychologist
So I could read everyone’s eyes
But I’m not, that’s why I’m blind and never know what your eyes are trying to say…

I wish I was a Comedian
So I could make everyone laugh
But I’m not, that’s why you never laugh with me…

I wish I was a Dream Maker
So I could make everyone dream while they’re sleeping
But I’m not, that’s why I can never be part of your dream…

I wish I was Cupid
So I could make everyone in love with each other
But I’m not, that’s why there’s no Cupid arrow between us…

I wish I was a Star
So everyone would be in awe because of my light when they saw me at night
But I’m not, that’s why you never saw me…

I wish I was the Princess in Disney’s stories
So I could have Prince Charming and live happily ever after
But I'm not and you as my Prince Charming are not with me that’s why we are not live happily ever after...

I wish I was Amnesia’s Patient
So I could forget every memory that I have
But I’m not, that’s why I can never forget anything about you…

I wish I was other people
So I would never know you and fall so deep like this
But I'm not, that's why I've insanely-entirely-deeply-absolutely fallen hard for you like this...

I’m not…

And I never will be those personalities…

But I wish…

Even I wish I was the one that you love
But I’m not…
That’s why you’re not with me now…

Thursday, July 22, 2010

Behind That Big Window


image by http://edu-action.com/blog/


Anette mengetuk-ngetukkan kukunya di meja, menunggu adalah pekerjaan yang paling ia benci. Membosankan, itu alasannya, dan satu lagi buang-buang waktu. Ia seorang workaholic, kehidupan mengajarkannya untuk demikian itulah sebabnya waktu adalah kerja untuk menghasilkan sesuatu, bukah hanya uang tapi juga nama dan kehormatan. Berasal dari keluarga biasa-biasa saja dengan ibu seorang rumah tangga biasa dan ayah seorang pekerja kantoran dengan gaji sedang menjadikan Anette seorang pekerja keras. Ini bukan karna ayahnya tidak mampu, tapi karena Anette menginginkan banyak hal; traveling adalah salah satunya. Ironisnya, justru ketika ia sudah menghasilkan uang sendiri, traveling malah menjadi list terbawah. Jam kerja hectic mengikatnya tanpa ampun tapi bukannya Anette complain. That’s her life after all.

Kembali ke coffee shop tempat ia duduk sekarang, hari itu adalah hari Sabtu dan seperti biasa ia punya jadwal khusus di hari Sabtu. Tidak, bukan malam mingguan seperti orang kebanyakan menyebutnya dengan menghabiskan waktu dengan kekasih mereka, Anette lebih memilih menghabiskan hari free nya duduk-duduk di coffee shop berjendela besar dengan bermodalkan novel untuk dibaca atau menyelesaikan sisa pekerjaannya.

Today was her ‘me time’. Berbeda dengan hari Minggu dimana she was all his on Sunday. Sedikit mematahkan rules pacaran mengenai Saturday night and changed it into Sunday night.

Tapi, hari ini adalah pengecualian. Ia sudah membuat janji dengan seseorang, seseorang dari masa lalu nya.

“Hey…” seseorang menghentikan ketukan tidak sabar kuku berkuteks merah milik Anette di meja kayu bundar khas coffee shop itu.

Anette menatap mata cokelat di hadapannya. Seperti biasa ia berpakaian casual dengan kaos hitam dan celana pendek, serta sandal jepit. So typical Daniel.

“Kamu telat…” sahut Anette menatap Daniel.

Daniel hanya tersenyum separuh membuat Anette harus menahan nafasnya dan berpikir ulang mengapa ia berani mengajak Daniel untuk bertemu, mungkin ini bukan ide yang baik setelah bertahun-tahun Daniel pergi meninggalkannya.

Tidak, tidak, ia harus bisa.

Daniel mengambil tempat duduk di samping Anette sementara itu Anette mengamati cowok itu lekat-lekat. Rambut urakan Daniel sudah melebihi tengkuknya, wajahnya tidak dicukur sehingga ada facial hair tipis di sekitar dagu dan pipinya, kulitnya—seperti biasa—terlihat habis terbakar matahari, well it did look sexy. Ia adalah perfect opposite dari dunia Anette. Mungkin ini salah satu mengapa mereka hanya bagian dari masa lalu.

“Done checking me out?” ujar Daniel dengan kilatan nakal di matanya.

Anette tersenyum simpul, “ You never change a bit you know that?”

Daniel mengangkat bahunya cuek dan menatap gadis cantik di hadapannya. Anette memakai atasan santai tapi tetap terkesan formal—sama seperti tabiatnya yang selalu serius—dengan skinny jeans berwarna gelap. Sekilas Daniel mencium lembutnya aroma lily, aroma tubuhnya masih sama. Kemudian wajah itu, wajah angkuh penuh pride nya pun masih sama, ingin sekali Daniel mengecup bibir merah gadis itu tapi ia tahu Anette tidak akan menyambutnya dengan baik. Betapa Daniel masih menginginkan gadis itu meski tiga tahun telah berlalu. Sewaktu Anette mengajaknya ketemuan di coffee shop tempat mereka biasa bertemu, Daniel hampir terkena serangan jantung. Untung saja saat itu ia sudah pulang ke Indonesia selepas berpetualang berkeliling Afrika. Ia adalah petualang alam. Ya, ia petualang sementara Anette adalah wanita yang patuh pada rules kehidupan. Tidak seperti dirinya.

“I can say the same, Anette. Jadi, kenapa kamu tiba-tiba ngajak ketemuan after all these years?”

Anette menarik nafas dan mengembuskannya pelan, mencoba menenangkan emosinya. Daniel selalu punya kemampuan untuk membuat seorang cold bitch seperti dirinya mencair, ia tidak perlu berusaha keras sebab kehadirannya saja sudah membuat Anette hampir lupa bagaimana caranya berpikiran jernih dan mengeluarkan trick untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

“Nervous much huh?” tanya Daniel mencondongkan tubuhnya ke arah Anette membuat gadis itu menelan ludah, ia tidak tahan dengan aroma maskulin itu. Ya Tuhan, ia kangen aroma ini, ia kangen orang yang ada di hadapannya, entah bagaimana ia bisa membiarkan hal ini terjadi lagi.

“Dan…”

Daniel mengelus lembut pipi Anette, he couldn’t help himself. Jantungnya serasa berhenti berdetak, perasaan itu merasuk lagi. Berpetualang adalah hidupnya tetapi Anette adalah rumahnya sekaligus petualangannya yang paling seru.

“I missed you…” ujar Daniel.

Anette memejamkan matanya.

“Always have and always will,” kata Daniel, ia ingin sekali mengecup lembut kening gadis itu tapi ia sudah cukup mencoba keberuntungannya hari ini. Bisa menyentuh kulit halus ini saja ia sudah bersyukur.

Anette membuka matanya tiba-tiba, ia sadar kalau ia harus mengatakan hal penting kepada Daniel.

“I’m done with my adventure, Anette…” ujar Daniel. “I think I need to go home.”

Kebisingan di coffee shop itu seakan berhenti. Suara sekumpulan wanita bercengkerama heboh di salah satu pojok ruangan tidak terdengar lagi, barista yang memanggil orang-orang untuk mengambil pesanannya pun menjadi sayup, Anette menatap Daniel, tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan cowok itu. Tiga tahun lalu ia meminta waktu kepada Anette untuk mengakhiri hubungan mereka sebab Daniel tau kalau dirinya adalah petualang sementara Anette bukan orang yang suka berpetualang. Ya, ia suka traveling tapi itu hanya untuk waktu senggang bukan menjadi hidupnya. Anette pun setuju saat itu meskipun patah hati setelah nya tidak terampunkan sakitnya.

Berbulan-bulan ia hidup dalam kenangannya. Kenangan dimana hidupnya tidak lagi teratur semenjak kedatangan Daniel. Setiap orang punya filosofi masing-masing mengenai cinta, filosofi cinta Anette tentang Daniel adalah ketidakteraturan. Semenjak Daniel hadir di kehidupannya, semuanya menjadi tidak teratur. Daniel membuatnya melanggar banyak peraturan hidupnya.

Daniel tidak pernah peduli pada dunia di sekitarnya sehingga ia tidak segan-segan mengajak Anette berdansa di sebuah toko CD hanya karena lagu kesukaan mereka diputar saat itu. Meskipun Anette yang sudah malu setengah mati berusaha menghentikannya, namun ia adalah Daniel, tidak ada yang bisa menghentikan keunikannya. Jadilah mereka berdansa seperti orang bodoh di dalam toko CD, untung saja saat itu tidak terlalu ramai. Moment konyol memang tapi tidak akan pernah terlupakan.

Daniel bukan orang yang taat pada peraturan, ia mengetuk jendela Anette pada tengah malam ketika hujan deras mengguyur bumi hanya untuk meminta maaf atas pertengkaran hebat mereka. Anette mencoba mengusirnya karna ia tidak ingin membangunkan orangtuanya dan mendapat masalah, tapi ia Daniel; He didn’t care. Anette hanya bisa menatapnya di tengah hujan yang mengguyur mereka berdua sampai kata maaf terlontar dari mulut cowok itu. Mau tidak mau Anette tersenyum sementara Daniel bernafas lega lalu merengkuh Anette dalam pelukannya. Hangat dalam pelukan the famous bad boy, Anette tidak peduli hujan semakin deras mengguyur mereka.

Daniel adalah hidup Anette sampai ketika kisah mereka berakhir. Satu tahun penuh kegilaan dan keunikan. Satu tahun dimana Anette menjadi rules’ breaker dan merasa lebih hidup. Kisah penuh ketidakteraturan pertama yang ia sukai.

Tiba-tiba ketidakteraturan itu harus berakhir dan disinilah mereka berada. Tiga tahun tidak bertemu, sekarang duduk berhadapan di coffee shop favorite mereka.

“Maksud kamu apa?” tanya Anette memincingkan matanya menatap Daniel.

“I don’t know, maybe I’m ready now…” Anette tahu gesture itu. Daniel bukan tipe orang yang bisa mengungkapkan apa yang ia mau secara verbal dan Anette hafal benar kebiasaan itu.

Anette memejamkan matanya, ia tahu kalau ia terlalu banyak membuang waktu disini. Ia mengembuskan nafas panjang dan menunjukkan cincin di jari manis tangan kanannya.

Air wajah Daniel berubah.

“Inilah alasan kenapa aku mau ketemu kamu,” kata Anette berusaha mengontrol emosinya. Ia harus bisa mengakhiri ketidakjelasan ini.

“Aku enggak bisa hidup dengan masa lalu, Daniel. Kamu adalah yang terbaik yang pernah terjadi di hidup aku. But as we always said to each other we’re the perfect opposite.”

Anette tidak bisa menatap mata Daniel, sebaliknya ia menatap ke luar melalui jendela besar di coffee shop itu.

“Kita adalah masa lalu, sebesar apapun rasa yang kita miliki saat itu kini kita sudah menjadi masa lalu. Udah saatnya kita mengakhiri masa lalu kita dan menatap ke depan…”

Tiba-tiba saja ucapan Anette terhenti ketika Daniel merengkuh wajahnya. “Look at me and say that you don’t love me anymore because honestly I’m still in love with you…”

Anette tidak bisa memalingkan wajahnya dari Daniel, ya, rasa itu masih ada meskipun ada Ezekiel di sampingnya sekarang, the perfect guy. Laki-laki idaman semua wanita di dunia ini dan yang terpenting Ezekiel sangat mencintainya. Tidak ada peraturan yang dilanggar bersama Ezekiel. Namun, Anette sadar kalau setiap petualangan harus berakhir untuk mengecap sebuah istirahat panjang dan mendapatkan hidup yang stabil. Mungkin ada orang-orang yang tidak pernah ingin petualangannya berakhir tapi Anette hanyalah satu dari sekian banyak wanita di dunia yang ingin hidup tenang tanpa pacuan adrenalin. Ia ingin mengikuti fase kebanyakan orang dan hidup bahagia. Kolot memang, tapi bukankah hal itu adalah hal yang terbaik?

“I love you…” akhirnya kalimat itu terlontar dari mulut Anette.

Sebuah senyum tersungging di wajah Daniel, “That’s all I wanna hear…”

Daniel mencondongkan tubuhnya untuk mengecup Anette tapi tiba-tiba gadis itu menghentikannya.

“Tapi bukan ke arah sana, Daniel…”

“Maksud kamu?”

“Ya, aku sayang sama kamu tapi bukan untuk kembali lagi. What we had was really amazing. I love every single thing about you tapi hidup harus berlanjut. Kamu enggak bisa pergi dan meninggalkan jejak kaki yang merubah hidupku selama bertahun-tahun lalu kembali dan berharap aku masih sama. Ya, perasaan itu masih sama tapi pandangan hidupku sudah berubah. We’re all growing up, Daniel…”

“Is love not enough?”

“Terkadang hati harus mendengarkan pikiran. Kata hati bukanlah satu-satunya insting yang kita punya. I’ve moved on and I wish for the exactly same thing for you…”

Ingin sekali Anette menangis karena luka di hatinya terbuka kembali tapi ia tahu kalau ini adalah yang terbaik. Ia punya masa depan terbentang di hadapannya, mungkin Daniel pernah menjadi kebahagiannya tapi ia tahu kalau hidup harus terus berjalan.

Sama seperti sebuah awal yang pasti maka apabila sebuah akhir datang maka kita harus bisa tegas menentukan pilihan. Tidak ada yang setengah-setengah untuk mendapatkan yang terbaik. Anette sudah memilih, ia harus mengakhiri masa lalunya dengan tegas sebelum membentuk awal yang baru.

“Aku harus pergi…” ujar Anette. Ia tidak ingin tinggal lama-lama dan membiarkan keadaan membuatnya berubah pikiran. Ia tidak ingin bermain dengan hatinya, ia tahu kapasitasnya dan juga kapasitas Daniel.

Anette bangkit dari tempat duduknya, ia menatap Daniel kemudian mengusap pipi Daniel lembut.

“You’ll find another me…I know you will. Your past will always be mine, that’s who I am; your past. Mine too will always be yours. Goodbye, Daniel…”

Anette melangkahkan kakinya keluar dari coffee shop itu. Menahan sakit di hatinya tapi ia sudah pernah melewati sakit ini di masa lalu, kali ini akan menjadi lebih mudah. Lebih dari itu, ia lega.

Tiba-tiba tangan Anette digenggam erat oleh sebuah tangan yang hangat.

“Well well well…” ujar suara berat penuh kehangatan.

Anette menatap Ezekiel disampingnya, Ezekiel memberikannya sebuah senyuman sebelum menarik tubuh Anette merapat di sisinya.

“I’m sorry…” ujar Anette lirih, menghentikan langkahnya dan memeluk Ezekiel erat.

“Untuk apa?”

“Aku enggak tau…” guman Annete di dada Ezekiel sambil memejamkan matanya.

“Hey, if it’s about him, it’s okay, Love…” Hiel melepaskan Anette dan merengkuh wajahnya. “He’s your past and I respect every single thing of your memories. But I am your future, ain’t I? Jadi kenapa aku harus khawatir?”

Anette tersenyum. Mungkin ia akan selalu merindukan kehidupan bersama Daniel tapi ia tahu kalau inilah hidupnya sekarang dan ia juga sudah menggambarkan kehidupannya di masa depan dengan harapan juga cita-citanya.

Bad boys always has their own way to make girls run back to their arms, but a perfect guy would never ever let you go that’s why you don’t have to run back because they’re holding you perfectly steady in their arms…

Setiap petualangan pasti ada tempat perhentiannya dan Ezekiel adalah perhentian Anette.