Wednesday, May 15, 2013

Emotional Wreck

Luman tiba-tiba berada di hadapan Chiar, Chiar benar-benar merindukannya. Ia tahu kalau saat ini ia benar-benar kelihatan bodoh, berdiri di hadapan Luman dan menatapi laki-laki itu dengan penuh kerinduan. Chiar tidak bisa mengalihkan pandangannya dari  Luman.
“Hai, Chiar...” Luman tersenyum separuh, betapa Chiar merindukan senyuman itu. Senyuman yang telah ia perjuangkan.
“Hai...” balas Chiar seperti kehabisan nafas.
“Aku berharap kamu baik-baik saja,” kata Luman menatap Chiar dan tiba-tiba Chiar tersentak tentang ingatannya mengenai kejadian terakhir mereka. Luman tidak mencintainya.
Chiar hanya memberikan senyum separuh yang tidak menyentuh matanya. Ternyata rasa rindunya tidak bisa menghapuskan luka itu.
“Well, I’m good,”  jawab Chiar. Kebohongan besar yang baru saja ia lakukan.
“I am not convinced,” kata Luman.
Chiar hanya menatap lelaki itu dengan tatapan tidak percaya.  “What are you doing here Luman?”
“To meet you.”
“Oh yeah? What for?”
“Not here, can we find a place more private?” bisik Luman melirik Chars yang sedang mengobrol dengan Karina dan Matira. Matira menatap mereka berdua hati-hati, sayangya Matira sudah mengetahui cerita Luman dan Chiar.
Chiar mengangguk setuju, kemudian ia menatap gugup ke arah Karina, Chars dan Matira. “A-aku dan Luman akan berjalan-jalan ke pinggir pulau bila kalian tidak keberatan?”
“Oh of course not...”
“Yeah, we don’t mind...”
Mereka menjawab bergantian dan tampak salah tingkah sekaligus bertukar pandang, Chiar tidak menyukainya tetapi ia tidak ingin membahasnya.
Dengan kikuk Luman dan Chiar berjalan keluar rumah dan langsung disambut oleh angin laut Santorini. Mereka menuruni beberapa tangga untuk dapat berjalan di jalan utama.
Jalan utama itu dipagari oleh pagar batu pendek. Pemandangan di hamparan mereka tidak pernah berhenti membuat Chiar takjub. Lautan biru dan rumah-rumah beratap biru laut di bawah mereka. Kendaraan khususnya vespa mondar-mandir di jalan raya. Chiar mengajak Luman ke spot favoritnya. Mereka menuruni tangga ke pinggir pantai dekat dermaga. Ada beberapa kapal nelayan yang diikatkan di dermaga, tetapi untung saja dermaga di paling ujung kosong sehingga mereka berdua bisa duduk disana dan menikmati angin laut.
“Jadi...” kata Chiar tidak tahu harus berkata apa.
“Aku tidak bermaksud menyakitimu, Chiar,” kata Luman langsung pada pada inti permasalahan mereka. Selalu to the point, kenang Chiar pahit. Ya, tentu saja ia masih mengingat semua kebiasaan Luman, bagaimana tidak. Setiap detiknya di Santorini hanya diisi dengan memikirkan kenangannya dengan Luman dan perjuangan untuk membunuh kenangan itu sendiri. Hidupnya terlalu kontradiktif.
“Aku enggak mengerti...” kata Chiar berusaha mengerti Luman, hal yang mulai ia alami ketika ia mengakui perasaannya pada Luman.
“Ya, kamu mengerti. Let’s face it! Aku enggak bisa membalas cinta kamu,” kata Luman tiba-tiba menatap Chiar dingin.
Chiar membalas tatapan Luman dengan rasa sakit tak tertahankan sehingga ia hanya bisa menatapi lelaki itu sebelum akhirnya ia bisa mengutarakan pertanyaan di otaknya.
“Tapi kenapa? Kenapa enggak bisa? Apa kamu masih mencintai Erdhita? Atau Ivy? Apa kamu mencintainya sekarang? Kenapa enggak bisa sama aku?”
“Karna aku enggak bisa...” kata Luman berdiri dan berjalan menjauhi Chair. Chiar ikut berdiri dan menarik tangan Luman. Ia ingin mengerti apa yang kurang dalam dirinya sehingga Chiar tidak bisa mencintainya.
“Tunggu, bikin aku mengerti!” kata Chiar menarik tangan Luman dan membuat lelaki itu menatapnya.
“Karena aku enggak mencintai kamu!” bentak Luman membuat Chiar lemas dan melepaskan genggamannya.
Chiar terdiam, ia ingin sekali menangis histeris. Rasa sakitnya terlalu berlebihan. Berarti selama ini kata hatinya berbohong. Berarti selama ini memang benar Luman tidak mencintainya.
“Chiar, aku enggak mau nyakitin kamu...” Luman menatap Chiar khawatir.
Chiar tertawa pahit, “Jadi ternyata kata hatiku menipuku...”
“Aku...”
“Kenapa aku sangat yakin kamu mencintaiku? Kenapa? Kasih tau aku kenapa bisa?” bisik Chiar menahan air matanya, ia tidak ingin menangis di depan Luman. Ia ingin memeluk sisa dari harga dirinya yang sudah hancur berantakan.
“Berhentilah mencintaiku, Chiar...” balas Luman pelan sebelum lelaki itu pergi meninggalkannya.
Chiar hanya bisa menatap punggung Luman sebelum ia bertanya keras, “Apa ini karena Ivy? Do you love Ivy?”
Luman tidak berbalik namun ia menjawab, “Itu adalah pertanyaan retoris, Chiar. Aku tidak mungkin tidak mencintai kekasihku sendiri...”
“Tatap mata aku dan bilang kamu mencintainya,” kata Chiar.
“Aku tidak ingin menyakitimu lebih dari ini,” balas Luman masih tidak berbalik.
Chiar berlari dan berdiri di depan Luman, “Pengecut! Sakiti aku sekarang! Matikan harapanku! Kalau kamu mau aku berhenti mencintaimu then make me! Ayo, kamu harus mematahkan hatiku sekarang supaya aku membencimu! Aku juga tidak pernah memilih untuk mencintaimu Luman! For God’s sake you were my brother and here I am loving you more than that! Sekarang... just make me stop loving you.”
“ I can’t...” kata Luman tegas.
“Kalau begitu, bagaimana sama aku? Gimana sama hatiku?” kata Chiar pelan sambil menatap Luman sedih sebelum berbalik untuk meninggalkan lelaki itu terpaku.
Luman menatap punggung Chiar nanar, ia menggeram. Ia mengutuki dirinya sendiri, sebab ia tidak pernah melihat rasa sakit yang begitu dalam seperti yang barusan ia lihat di mata Chiar.

A/N: Potongan lain dari Neattera Kingdom, novel that I have been working on for years now. Cross finger that this novel will be finished soon!

No comments:

Post a Comment