“Hai, Chiar...” Luman tersenyum separuh, betapa
Chiar merindukan senyuman itu. Senyuman yang telah ia perjuangkan.
“Hai...” balas Chiar seperti kehabisan nafas.
“Aku berharap kamu baik-baik saja,” kata Luman
menatap Chiar dan tiba-tiba Chiar tersentak tentang ingatannya mengenai
kejadian terakhir mereka. Luman tidak mencintainya.
Chiar hanya memberikan senyum separuh yang tidak
menyentuh matanya. Ternyata rasa rindunya tidak bisa menghapuskan luka itu.
“Well, I’m good,”
jawab Chiar. Kebohongan besar yang baru saja ia lakukan.
“I am not convinced,” kata Luman.
Chiar hanya menatap lelaki itu dengan tatapan
tidak percaya. “What are you doing here
Luman?”
“To meet you.”
“Oh yeah? What for?”
“Not here, can we find a place more private?”
bisik Luman melirik Chars yang sedang mengobrol dengan Karina dan Matira.
Matira menatap mereka berdua hati-hati, sayangya Matira sudah mengetahui cerita
Luman dan Chiar.
Chiar mengangguk setuju, kemudian ia menatap gugup
ke arah Karina, Chars dan Matira. “A-aku dan Luman akan berjalan-jalan ke
pinggir pulau bila kalian tidak keberatan?”
“Oh of course not...”
“Yeah, we don’t mind...”
Mereka menjawab bergantian dan tampak salah
tingkah sekaligus bertukar pandang, Chiar tidak menyukainya tetapi ia tidak
ingin membahasnya.
Dengan kikuk Luman dan Chiar berjalan keluar rumah
dan langsung disambut oleh angin laut Santorini. Mereka menuruni beberapa
tangga untuk dapat berjalan di jalan utama.
Jalan utama itu dipagari oleh pagar batu pendek.
Pemandangan di hamparan mereka tidak pernah berhenti membuat Chiar takjub.
Lautan biru dan rumah-rumah beratap biru laut di bawah mereka. Kendaraan
khususnya vespa mondar-mandir di jalan raya. Chiar mengajak Luman ke spot
favoritnya. Mereka menuruni tangga ke pinggir pantai dekat dermaga. Ada
beberapa kapal nelayan yang diikatkan di dermaga, tetapi untung saja dermaga di paling
ujung kosong sehingga mereka berdua bisa duduk disana dan menikmati angin laut.
“Jadi...” kata Chiar tidak tahu harus berkata apa.
“Aku tidak bermaksud menyakitimu, Chiar,” kata
Luman langsung pada pada inti permasalahan mereka. Selalu to the point, kenang
Chiar pahit. Ya, tentu saja ia masih mengingat semua kebiasaan Luman, bagaimana
tidak. Setiap detiknya di Santorini hanya diisi dengan memikirkan kenangannya
dengan Luman dan perjuangan untuk membunuh kenangan itu sendiri. Hidupnya
terlalu kontradiktif.
“Aku enggak mengerti...” kata Chiar berusaha
mengerti Luman, hal yang mulai ia alami ketika ia mengakui perasaannya pada
Luman.
“Ya, kamu mengerti. Let’s face it! Aku enggak bisa
membalas cinta kamu,” kata Luman tiba-tiba menatap Chiar dingin.
Chiar membalas tatapan Luman dengan rasa sakit tak
tertahankan sehingga ia hanya bisa menatapi lelaki itu sebelum akhirnya ia bisa
mengutarakan pertanyaan di otaknya.
“Tapi kenapa? Kenapa enggak bisa? Apa kamu masih
mencintai Erdhita? Atau Ivy? Apa kamu mencintainya sekarang? Kenapa enggak bisa
sama aku?”
“Karna aku enggak bisa...” kata Luman berdiri dan
berjalan menjauhi Chair. Chiar ikut berdiri dan menarik tangan Luman. Ia ingin
mengerti apa yang kurang dalam dirinya sehingga Chiar tidak bisa mencintainya.
“Tunggu, bikin aku mengerti!” kata Chiar menarik
tangan Luman dan membuat lelaki itu menatapnya.
“Karena aku enggak mencintai kamu!” bentak Luman
membuat Chiar lemas dan melepaskan genggamannya.
Chiar terdiam, ia ingin sekali menangis histeris.
Rasa sakitnya terlalu berlebihan. Berarti selama ini kata hatinya berbohong.
Berarti selama ini memang benar Luman tidak mencintainya.
“Chiar, aku enggak mau nyakitin kamu...” Luman
menatap Chiar khawatir.
Chiar tertawa pahit, “Jadi ternyata kata hatiku
menipuku...”
“Aku...”
“Kenapa aku sangat yakin kamu mencintaiku? Kenapa?
Kasih tau aku kenapa bisa?” bisik Chiar menahan air matanya, ia tidak ingin
menangis di depan Luman. Ia ingin memeluk sisa dari harga dirinya yang sudah
hancur berantakan.
“Berhentilah mencintaiku, Chiar...” balas Luman
pelan sebelum lelaki itu pergi meninggalkannya.
Chiar hanya bisa menatap punggung Luman sebelum ia
bertanya keras, “Apa ini karena Ivy? Do you love Ivy?”
Luman tidak berbalik namun ia menjawab, “Itu
adalah pertanyaan retoris, Chiar. Aku tidak mungkin tidak mencintai kekasihku
sendiri...”
“Tatap mata aku dan bilang kamu mencintainya,”
kata Chiar.
“Aku tidak ingin menyakitimu lebih dari ini,”
balas Luman masih tidak berbalik.
Chiar berlari dan berdiri di depan Luman,
“Pengecut! Sakiti aku sekarang! Matikan harapanku! Kalau kamu mau aku berhenti
mencintaimu then make me! Ayo, kamu harus mematahkan hatiku sekarang supaya aku
membencimu! Aku juga tidak pernah memilih untuk mencintaimu Luman! For God’s
sake you were my brother and here I am loving you more than that! Sekarang...
just make me stop loving you.”
“ I can’t...” kata Luman tegas.
“Kalau begitu, bagaimana sama aku? Gimana sama
hatiku?” kata Chiar pelan sambil menatap Luman sedih sebelum berbalik untuk
meninggalkan lelaki itu terpaku.
Luman menatap punggung
Chiar nanar, ia menggeram. Ia mengutuki dirinya sendiri, sebab ia tidak pernah
melihat rasa sakit yang begitu dalam seperti yang barusan ia lihat di mata
Chiar.A/N: Potongan lain dari Neattera Kingdom, novel that I have been working on for years now. Cross finger that this novel will be finished soon!
No comments:
Post a Comment